Minggu, 01 Januari 2017

Mata Kuliah  : Biometrika Hutan                                         Hari/tanggal    : Senin/ Desember 2016
Kelompok     : 4 (empat)                                                       Tempat            : RK. GU. 301


MODEL PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN
PADA TUMBUHAN FASE MUDA (SEMAI) SETELAH KEGIATAN PENEBANGAN

Anggota kelompok :

Muflihatul Maghfiroh Islami             E14130060
Filipus Alfian Mandowali                  E14130067
Fenny Karlina                                     E14130068
Anugrah Nurman Ibrahim                  E14130072
Benny Saputra                                    E14130074
Indar Yaumy                                       E14130078
Benny Hardi Wijaya                           E14130079
Doni Kurniawan Sauri                        E14130087
Zackry Audric Pribadi                        E14130090
Irene Fransiska Malau                        E14130094

Dosen :
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS






DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016









BAB I
PENDAHULUAN

     A.    Latar Belakang
Semai (anakan) merupakan tingkatan yang paling kecil dari kelas pohon, yang  akan berkembang dan memberikan kontribusi dalam membentuk tegakan di masa depan. Praktikum kali ini akan melakukan pembuatan sebuah model menggunakan software aplikasi bernama STELLA 9.0.2 untuk mengetahui potensi dan sebaran semai (anakan) yang terdapat pada hutan alam bekas tebangan. Pohon dalam hutan dikelompokkan berdasarkan diameter dan tinggi terbagi atas : semai, pancang, tiang dan pohon. Semai (anakan) merupakan salah satu penunjang  awal dari potensi hutan yang ada pada level selanjutnya akan membentuk tegakan jika tidak terjadi gangguan atau hambatan, selain itu juga semai (anakan) dalam hutan dapat diambil untuk bibit.
            Tumbuhan Semai
 (anakan) disekitar pohon yang ditebang pasti akan punah atau mati, karena ketika pohon ditebang tanaman bawah dan tanaman di sekitarnya pasti terkena oleh pohon yang jatuh. Kegiatan yang dilakukan yaitu memperbaiki tegakan yang rusak disekitar bekas tebangan tersebut. Dengan cara menanam kembali tanaman bawah dan tumbuhan semai yang rusak tersebut. Karena tumbuhan semai sangat berpotensi tinggi untuk tumbuh menjadi tegakan. Pertumbuhan semai di lahan bekas tebangan sangat baik, karena lahan bekas tebangan memberikan ruang atau cahaya lebih yang masuk sehingga cahaya matahari dapat masuk ke lantai hutan yang dapat merangsang pertumbuhan jenis – jenis yang suka dengan cahaya. Tanaman yang responsif terhadap perubahan intensitas cahaya seperti permudaan alam tertentu akan merespon cahaya dengan meningkatkan pertumbuhannya. Hal ini ditunjukkan pada jenis – jenis tertentu pada hutan bekas tebangan tetapi tidak ditemukan pada hutan yang belum ditebang.
           Pada tulisan ini akan disampaikan informasi yang diterapkan dalam permod
elan sistem mengenai potensi pertumbuhan semai yang terdapat pada hutan alam stelah terjadinya penebangan (proses pemanenan hasil hutan). Proses pemanenan juga memengaruhi habitat flora dan fauna serta kualitas sumber air bahkan menurunkan keanekaragaman hayati, karena kerusakan tegakan yang ditimbulkannya baik kerusakan tegakan tinggal, tanah maupun ekosistem di dalamnya (Dulsalam et al, 1999). Oleh karena itu perlu dilakukan peninjauan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pemanenan kayu ini terhadap pertumbuhan semai yang tumbuh di bawahnya


    B.     Tujuan
Tujuan pembuatan model ini adalah
1.      Untuk mengetahui dampak penebangan terhadap pertumbuhan Semai (anakan)
2.      Untuk menentukan sistem pengelolaan yang tepat di kawasan areal hutan bekas penebangan.
3.      Untuk mengetahui tingkat perkembangan tegakan hutan setelah penebangan melalui pertumbuhan Semai (anakan)

    C.    Hipotesis
Kematian tingkat Semai (anakan)  dan permudaannya baik mati alami maupun mati karena penebangan akan berpengaruh terhadap keberlangsungan perkembangan tegakan hutan. Rotasi tebang yang dapat diduga akan dapat menjamin kelestarian hutan pada masa yang akan datang.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses regenerasi tumbuhan yang ditunjukkan banyaknya tumbuhan fase muda (semai). Kebutuhan semai untuk ditanam perlu diperhitungkan dengan matang demi terjaminnya kelestarian hasil hutan seperti yang dinyatakan oleh Simon (1994) dimana untuk mencapai tujuan tersebut harus terjadi keseimbangan antara pertubuhan pemanenan pemanenan kayu. Dengan menggunakan model, seorang perencana dapat membuat keputusan yang tepat berdasarkan hasil simulasi yang paling optimal. Dalam simulasi, suatu hubungan-hubungan yang terjadi di alam dapat dibuat permodelan-permodelan yang fleksibel (Buongiorno dan Gilless 1987)
Model hubungan tegakan hutan alam setelah penebangan dengan lingkungannya merupakan hubungan yang sangat kompleks sehingga dibutuhkan batasan-batasan untuk menyederhanakan pengertian hubungan dalam model. Penebangan pohon masak tebang akan berpengaruh negatif terhadap kerapatan dan frekuensi tingkat pohon dan permudaannya. Kematian tingkat pohon dan permudaannya baik mati alami maupun mati karena penebangan akan berpengaruh positif terhadap akumulasi hara dalam serasah. Pengaruh hujan terhadap pelapukan serasah akan berpengaruh positif terhadap ketersediaan hara dalam tanah.  Rotasi tebang yang dapat diduga akan dapat menjamin kelestarian hutan pada masa yang akan datang  (Indrawan, 2003).




   BAB III
    METODOLOGI


3.1 Waktu dan Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan dengan melakukan diskusi bersama di Kampus Kehutanan-Institut pertanian Bogor, dengan melakukan pendugaan data yang diperoleh saat melakukan Praktek Kerja Lapang di HPH .
3.2    Alat dan Bahan
1.      Studi Literatur secara Online
2.      Software Stella 9.0.2
3.      Alat Tulis
3.3    Prosedur Kerja
1.      Melakukan formulasi model konseptual, seperti :
-          Mempersiapan tujuan,
-          Mempersiapkan Batas sistem,
-          Menggolongkan komponen : state variable/stock, driving variable, konstanta, auxiliary variable,  material dan informasi transfer, source and sink)Identifikasi hubungan antar komponen,             Penyajian model konseptual,
-          Menggambarkan perilaku model yang diharapkan.
2.      Spesifikasi model kuantitatif :
-          Memilih model,
-          Menetapkan Basic Time Unit,
-          Mengidentifikasi Bentuk Persamaan Hubungan antar variable,
-          Menduga parameter persamaan,
-          Menyajikan model persamaan
3.      Evaluasi model :
-          Menilai struktur dan hubungan fungsional yang ada dalam model,
-          Mengevaluasi apakah perilaku model sesuai yang diharapkan
4.      Penggunaan Model
a.       Melakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah disusun
b.      Melakukan pendugaan terhadap parameter penting
c.       Melakukan simulasi melalui perubahan input untuk mengetahui perubahan perilaku model


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan
Dalam pembuatan model sistem ini kami membahas tentang permodelan dari  perkembangan tegakan hutan melalui pertumbuhan semai (anakan) setelah penebangan yang dilakukan di HPH .
a.      Formulasi Model Konseptual :
-          Batas sistem : tingkat pertumbuhan anakan setelah penebangan
-          Penggolongan komponen :
·         State variable (stock) : kerapatan anakan sebesar 1250 anakan/ha
·         Driving variable : penanaman:pengaruh_kecukupan+persen_ugrowth_anakan
·     Auxiliary Variable : kelembaban sebesar 68%, jumlah penyediaan anakan sebanyak 250.000   anakan, laju penebangan 15%, mati alami 20%, persen upgrowth anakan :   17.2/100*kerapatan_anakan
·         Informasi transfer : jumlah penyediaan anakan
·         Konstanta : persen kematian
·         Source + Sinks : in growth semai, up growth semai, kematian anakan
-          Hubungan antar komponen : Kerapatan anakan akan ditentukan dari jumlah anakan yang masuk dan jumlah anakan yang keluar. Jumlah anakan yang masuk akan ditentukan oleh jumlah penyediaan anakan, kelembaban udara dibawah tajuk serta penanaman, sedangkan jumlah anakan yang keluar akibat adanya mati anakan akibat laju penebangan dan mati alami.
-          Penyajian model konseptual :
                  Gambar 1. Model  perkembangan pertumbuhan Semai (anakan) setelah kegiatan                           penebangan
Gambar 2. Grafik perkembangan pertumbuhan Semai (anakan) setelah kegiatan                           penebangan

       Dari sajian model pertumbuhan anakan yang dilihat dari tingkat pertumbuhan semai, diharapkan mampu menggambarkan dinamika tegakan menurut basic time setelah terjadinya penebangan. Basic time yang ditentukan  yakni dalam jangka waktu 10 tahun terkahir.  Menurut Kusmana et.al (2015), pola penyebran individu jenis di suatu wilayah dapat dibagi menjadi tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang, dan pohon. Namun, pada percobaan permodelan dan simulasi mengenai permodelan tingkat pertumbuhan anakan setelah kegiatan penebangan ini membahas tingkat pertumbuhan anakan dimana tingkat pertumbuhan anakan dapat menjadi sebuah analisa tersendiri bagi praktikan. Pembuatan permodelan tentang tingkat pertumbuhan anakan setelah kegiatan penebangan dapat dilihat dari variabel-variabel yang mempengaruhi ingrowth anakan, outgrowth anakan, dan mati anakan. Penggambaran model yang tersaji pada gambar 1 terihat jelas variabel yang ada mempengaruhi ingrowth anakan, outgrowth anakan, dan mati anakan.
Berdasarkan grafik pada Gambar 2 di atas, laju ingrowth semai semakin lama semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan kemampuan lahan untuk menampung jumlah Semai (anakan)  yang semakin tubuh besar menjadi terbatas seiring berjalannya waktu, menyebabkan kerapatan semai semakin tinggi sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan antar semai menjadi tinggi. Selain itu, kematian Semai (anakan)  juga dapat disebabkan oleh hama dan penyakit menyebabkan Semai (anakan)  mengalami kematian yang semakin meningkat seiring berjalannya waktu yang juga menyebabkan laju ingrowth Semai (anakan)  berkurang. Namun pada tahun ke 7,5 laju menurunnya ingrowth dan peningkatan kematian Semai (anakan)  menjadi konstan yang mengindikasikan adanya kestabilan pertumbuhan semai seperti pernyataan Violin dan Buongiorno (1996) suatu laju perubahan bila diproyeksikan dalam waktu yang lama akan menuju kestabilan. Laju penebangan dianggap tetap setiap tahun yang mempengaruhi kematian Semai (anakan) yang dipengaruhi juga oleh tingkat kerapatan Semai (anakan)  dan kematian Semai (anakan)  yang diakibatkan secara alami seperti karena terserang hama dan penyakit. Upgrowth Semai (anakan)  dari tahun ke tahun konstan karena kerapatan Semai (anakan)  yang telah stabil menyebabkan Semai (anakan)  memiliki laju pertumbuhan upgrowth yang juga stabil.
b.      Spesifikasi model konseptual
-    Pemilihan Model : Model yang digunakan adalah Model Probabilistik yaitu melakukan pengkajian ulang data atau informasi terdahulu (yang telah didiskusikan) dalam hal menduga suatu peluang adanya kejadian tersebut yang diperoleh dari data atau informasi yang diperoleh pada keadaan sekarang atau yang akan datang dengan asumsi terdapat relevansi pada jalur waktu.
-    Penetapan Basic Time Unit : Basic time unit yang digunakan adalah dalam waktu tahun. Waktu yang digunakan adalah 10 tahun.
-       Identifikasi Bentuk Persamaan Hubungan antar variable : kerapatan anakan
dipengaruhi oleh jumlah anakan yang masuk yaitu jmlah penyediaan anakan dan penanaman dan kelembaban, dan yang keluar adalah kematian anakan yang disebabkan oleh laju penebangan dan mati alami
-  Pendugaan parameter persamaan : pendugaan parameter dengan persamaan deterministik
c.        Evaluasi Model
Pemodelan dalam perkembangan tegakan hutan melalui tingkat pertumbuhan Semai (anakan)  setelah penebangan memiliki struktur dan hubungan fungsional. Dari hasil pengujian terlihat bahwa pertumbuhan Semai (anakan)  akan mempengaruhi perkembangan tegakan hutan. Saat evalusi terjadi perubahan pertumbuhan pada Semai (anakan) dikarenakan penambahan atau penggurangan variabel sehingga dibituhkan adanya kajian model lebih lanjut terkait perubahan yang terjadi.
d.                 Penggunaan Model
Setelah melakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah disusun, maka dapat dilakukan pendugaan terhadap parameter penting yang dapat mempengaruhi perkembangan tegakan hutan. Pemilihan parameter, baik parameter indikator maupun parameter penentu didasarkan pada dampak parameter tersebut dalam kegiatan pengelolaan hutan dan dikaitkan dengan dampak aktifitas pengelolaan hutan terhadap model. Hal yang menjadi parameter adalah apabila terjadi persantese mortalitas yang berlebih, maka diindikasikan suatu pertumbuhan dalam perkembangan tegakan tingkat Semai (anakan)  tidak cukup baik.



                  SIMPULAN

Pembuatan sistem pemodelan dapat digunakan untuk mengetahui hubungan penebangan dengan perkembangan tegakan hutan melalui pertumbuhan Semai (anakan). Kematian pada tingkat Semai (anakan) mengakibatkan dinamika pertumbuhan tegakan hutan yang tidak stabil. Dengan merubah beberapa faktor dalam model maka dapat diketahui alternatif terbaik untuk dapat menjaga perkembangan Semai (anakan)  dikawasan areal bekas tebangan. Pada laju penebangan dan outgrowth yang tetap terlihat hubungan terbalik antara ingrowth anakn dan mati anakan, hubungan tersebut dapat terjadi dari adanya faktor kelembaban, mati anakan, model perkembanagn pertumbuhan Semai (anakan)  inilah dapat dijadikan acuan dalam sistem pengelolaan di kawasan areal hutan bekas tebangan.



DAFTAR PUSTAKA

Buongiorno, J. and J. K. Gilless. 1987. Forest Management and Economics. Mc Millan 
          Publishing Company. New York
Dulsalam dan Sukadaryati. 1999. Produktivitas dan Biaya Penyaradan Kayu dengan Traktor
          Type Ford 5660 di Hutan Tanaman Semaras Pulau Laut. Buletin Penelitian Hasil Hutan.
          Volume 20:1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor
Indrawan. 2003. Model Sistem Pengelolaan Hutan Alam Setelah Penebangan dengan Sistem TPTI. Modelling System of Natural Forest Management after Logging in The Indonesian Selective Cutting and Planting System I. Jurnal Manajemen Hutan Tropika .9(2): 19-33
Kusmana C  dan Susanti S.2015.Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Alam di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.Jurnal Silvikultur Tropika. 5(3):2
Simon H. 1994. Merencanakan Pembangunan Hutan untuk Strategi Kehutanan Sosial.
          Yogyakarta: Aditya Media Demangan
Violin, V, C and J, Buongiorno. 1996. Effect of alternative management regimes on forest stand
         structure, species composition, and income: A model for the Italian Dolomites. Forest
        Ecology and Management 87: 107-125




Tidak ada komentar:

Posting Komentar