Selasa, 03 Januari 2017

PEMODELAN SISTEM PENGATURAN HASIL DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN JEPARA



PAPER KULIAH BIOMETRIKA HUTAN

PEMODELAN SISTEM PENGATURAN HASIL DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN JEPARA


Oleh :
KELOMPOK 3 (KAMIS PAGI)
                                    Harja Septria                         E14130047
                                    Sinta Purnama                        E14130054
                                    Wira Nastainul Hakim           E14130055
                                    Mar’atul Mardhiyyah            E14130056
                                    Aziz Fajar Wahyudi                E14130059
                                    Rio Firmansyah                      E14130061
                                    Atrasina Ghaisani                   E14130062
                                    Mahda Amalia                        E14130063
                                    Reza Aulia Gifari                    E14130065
                                    Ryan Azami                            E14130066

Dosen :
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS













DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut Departemen Kehutanan (1995), hutan rakyat adalah salah satu bentuk hutan kemasyarakatan yang dimiliki oleh masyarakat atau rakyat, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil hutan serta pelestarian lingkungan hidup. Selanjutnya ketentuan luas lahan minimal untuk hutan rakyat adalah sebesar 0.25 ha dengan penutupan lahan oleh tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% atau pada tahun pertama sebanyak 500 batang setiap hektarnya. Hutan rakyat selama ini hanya dilihat sebagai kumpulan pohon-pohon yang tumbuh dan berkembang di atas lahan milik rakyat, sehingga banyak dijumpai dalam kalkulasi ekonomi hutan rakyat yang muncul kepermukaan berkaitan dengan hasil kayu saja.
Pengusahaan hutan rakyat dalam perekonomian pedesaan memegang peranan penting bagi petani pemilik lahan hutan rakyat maupun untuk tumbuhnya industri pengolahan kayu rakyat dan banyak diterapkan apa yang disebut “daur butuh”, yakni umur pohon yang dipanen ditentukan oleh kebutuhan pendapatan karena semakin meningkatnya permintaan dari industri pengolahan kayu seperti industri penggergajian dan industri mebel.
Kelestarian hasil diharapkan dapat dicapai melalui pengaturan hasil. Pengaturan hasil hutan memang diperlukan untuk menghitung volume kayu yang boleh ditebang pada setiap tahun, agar jumlah tebangan selama periode tertentu sama dengan jumlah riap dari seluruh tegakan. Pengusahaan hutan memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mencapai saat pemanenan.
Ada beberapa metode pengaturan hasil dalam pengelolaan hutan yang lestari yaitu berdasarkan luas, volume dan jumlah batang. Metode pengaturan hasil pada hutan rakyat berbeda dengan pengaturan hasil pada hutan negara. Pengaturan hasil pada hutan rakyat lebih sulit dari pengaturan hasil pada hutan negara. Hal ini terjadi karena hutan rakyat memiliki keragaman yang sangat besar baik dalam struktur tanaman, perilaku pemilik, dan luas lahan yang relatif kecil.
 Metode pengaturan hasil yang biasa dipakai pada hutan rakyat adalah metode jumlah batang. Pengaturan hasil pada hutan rakyat menggunakan metode jumlah batang yaitu pengelolaan pohon demi pohon dari berbagai struktur tanaman pada lahan milik yang bertujuan untuk kelestarian pendapatan bagi setiap petani hutan rakyat. Nantinya dari pengaturan hasil dengan menggunakan metode jumlah batang ini diharapkan dapat menghasilkan suatu rumusan dasar pengaturan kelestarian hasil yang dapat dimengerti dengan mudah oleh petani hutan rakyat.

Tujuan
            Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1.      Membandingkan skenario pengelolaan hutan rakyat untuk mendapatkan keuntungan finansial yang terbaik antara tanaman monokultur sengon, dan monokultur jati
2.      Menghasilkan skenario pengelolaan terbaik


METODOLOGI

Waktu dan Tempat
            Praktikum Bometrika Hutan dilakukan setiap hari Kamis pukul 07.00 – 10.00 WIB yang bertempat di RK X 301, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan pada praktikum adalah alat tulis, seperangkat computer dengan perangkat lunak (software) Ms. Word, Ms. Excel, dan Stella 9.0.2. Data jenis pohon Hutan Rakyat Kabupaten Jepara Desa Damarwulan.

Prosedur Kerja
            Adapun prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Menentukan topik yang akan dimodelkan
2.      Mencari literatur yeng terkait dengan topik pemodelan
3.      Menganalisis data pada literatur rujukan dan menentukan variabel yang terkait
4.      Mengolah data yang dibutuhkan
5.      Merumuskan kondisi yang mungkin terjadi
6.      Membuat simulasi model

Pemodelan Sistem
            Untuk pemodelan yang fleksibel dan multiguna dapat dilakukan dengan fase-fase sebagai berikut (Purnomo 2012):
a.       Fromulasi Model Konseptual
Tahap ini merupakan tahapan untuk menentukan konsep dan tujuan model system dibuat. Formulasi model konseptual berdasarkan kondisi yang ditemukan dalam literatur, kemudian dibuat model system dalam komputer.
b.       Spesifikasi Model
Tahap ini memiliki tujuan untuk membangun suatu kuantitatif dari model yang diinginkan. Tahapan-tahapannya yaitu menentukan struktur kuantitatif umum untuk model, menentukan unit waktu dasar untuk simulasi, mengindentifikasi bentuk-bentuk fungsional dari persamaan model, menduga parameter dari persamaan-persamaan model, memasukkan persamaan model ke dalam komputer, menjalankan simulasi acuan, serta menetapkan persamaan model.
c.       Evaluasi Model
Tahap ini memiliki tujuan untuk mengevaluasi kesesuaian model dengan tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi model dilakukan dengan menggunakan validasi secara kualitatif dengan tujuan:
1.      Mengevaluasi kewajaran dan kelogisan model
2.      Analisis sensitivitas, dilakukan untuk melihat kewajaran perilaku model jika dilakukan perubahan salah satu parameter dalam model secara ekstrim.
d.       Penggunaan Model
Tahap akhir analisis sistem ini memiliki tujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada awal pembuatan model.



HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan
a.       Isu yang diangkat ke dalam pemodelan simulasi ini adalah peningkatan pendapatan petani hutan rakyat di Desa dengan mengembangkan kegiatan usahanya, sedangkan tujuan dari penyusunan model ini adalah membuat model simulasi pengelolaan hutan hutan rakyat dan menentukan model simulasi terbaik berdasarkan NPV dan BCR yang diperoleh dari beberapa skenario pengelolaan hutan yang telah dirancang. Pembuatan model ini memperhatikan potensi tegakan, perubahan volume produksi, suku bunga, dan jangka waktu pengelolaan.
b.      Tujuan pembuatan model: Memprediksi keuntungan finansial pengusahaan hutan rakyat dengan skenario pengelolaan monokultur sengon, monokultur jati  pada suku bunga saat ini yaitu 14% dan menduga pengaruh perubahan suku bunga terhadap kelayakan usaha HTI tersebut
c.       Batasan-batasan yang digunakan dalam penyusunan model simulasi ini antara           lain:
o Daur adalah interval waktu (dalam tahun) antara penanaman sampai pemanenan, namun dalam analisis ini ditetapkan daur sebagai jangka pengelolaan untuk analisis adalah 8 tahun
o Struktur tegakan adalah banyaknya pohon pada blok dengan luas 1 Ha, sebagai data luasan analisisnya
o Sistem yang akan disimulasikan dalam pengelolaan hutan rakyat adalah sistem monokultur sengon dan sistem monokultur jati serta sistem monokultur keduanya (jati dan sengon)
o Pemanenan hasil hutan dilakukan dengan cara tebang
o Sektor pengeluaran perusahaan tidak meliputi investasi alat untuk kegiatan pembangunan hutan, penjarangan, dan pemanenan karena proyek diusahakan oleh masyarakat petani.
o Keuntungan finansial dilakukan dengan mencari nilai NPV.

Konseptualisasi Model
            Konseptualisasi model dilakukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap model yang akan dibuat. Konseptualisasi model dilakukan dengan mengidentifikasikan semua komponen yang terlibat dalam pemodelan dan mengelompokannya ke dalam beberapa bagian. Model simulasi pengelolaan hutan ini terdiri dari dari model utama dan beberapa sub model yaitu:
1. Submodel dinamika tegakan jati dan sengon
2. Submodel pengelolaan usaha sengon
3. Submodel pengelolaan usaha jati
4. Model pengelolaan usaha hutan rakyat di

Sub Model Dinamika Tegakan Jati dan Sengon
Tabel 1 Hasil Inventarisasi hutan rakyat 

·        Peluang jenis pohon berdiameter  <10 10-19="" 10="" 12="" adalah="" cm="" diameter="" ingrowth="" jati="" ke="" kelas="" p="" pindah="" sengon="" untuk="">
·        Peluang masing-masing pohon dalam kelas diameter untuk mati (mortality) dalam setahun sebagai berikut :
Tabel 2 Mortality Sengon dan Jati 
·        Peluang masing-masing pohon dalam kelas diameter untuk pindah (upgrowth) dalam setahun sebagai berikut :
Tabel 3 Upgrowth jati dan sengon 
·        Tiap tahun ke 35 dilakukan penebangan pada seluruh pohon pada kelas diameter 50-59 cm dan diameter 60 cm Up
·        Rata-rata volume pohon pada kelas diameter 50-59 adalah 4 m3, 60 cm Up adalah 5 m3
Gambar 1 Submodel Struktur Tegakan Jati dan Sengon
Buongiorno dan Giles (1987) dalam Bone (2010) mendefinisikan tegakan (stand) sebagai luasan yang cukup kecil ditebang dalam periode waktu yang singkat, misalnya satu tahun. Tegakan dapat berupa seluruh areal hutan atau bagian dari areal hutan yang luas, yang dikelola dengan siklus tebang tertentu. Sedangkan struktur tegakan (Oliver dan Larson 1990 dalam Labetubun 2004) adalah penyebaran fisik dan temporal dari pohon-pohon dalam tegakan yang penyebarannya tersebut berdasarkan jenis, pola penyebaran vertikal atau horisontal, ukuran pohon atau pohon termasuk volume tajuk, indeks luas daun, batang, penampang lintang batang, umur pohon atau kombinasinya.
Struktur tegakan dapat dibedakan atas struktur tegakan vertikal, struktur tegakan horizontal, dan struktur tegakan spasial. Struktur tegakan vertikal adalah sebaran individu pohon dalam berbagai lapisan tajuk, sedangkan struktur tegakan horisontal didefinisikan sebagai banyaknya pohon per satuan luas pada setiap kelas diameternya (Meyer et al. 1961; Davis dan Johnson 1987 dalam Bone, 2010). Dalam penelitian ini, karakteristik hutan rakyat sengon yang dimaksud adalah struktur tegakan horisontal.
Menurut Suhendang (1985) dalam Bone (2010), pengetahuan tentang struktur tegakan berguna untuk penentuan kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter, penentuan luas bidang dasar tegakan, dan penentuan biomassa tegakan. Untuk pertimbangan ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi tegakan minimal yang harus tersedia, sedangkan untuk pertimbangan ekologis dari struktur tegakan akan diperoleh gambaran mengenai regenerasi dari tegakan yang bersangkutan.
Pohon-pohon pada tegakan hutan tidak seumur memiliki tinggi yang bervariasi sehingga akan terlihat tidak teratur apabila dilihat dari penampang vertikal. Tipe distribusi kelas diameter untuk tegakan tidak seumur ditandai oleh banyaknya jumlah pohon berdiameter kecil yang disertai penurunan frekuensi terhadap kenaikan kelas diameternya (Husch et al. 2003). De Liocourt, rimbawan Perancis, pada tahun 1898 mempelajari distribusi diameter tegakan untuk hutan tidak seumur. Ia menemukan bahwa rasio jumlah pohon pada kelas diameter berturut-turut cukup konsisten dari kelas diameter terkecil sampai kelas diameter terbesar.
Struktur tegakan menunjukkan sebaran umur atau kelas diameter dan kelas tajuk (Daniel et all 1992). Komunitas tumbuhan terdiri dari kelompok tumbuh- tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya. Tegakan hutan cenderung homogen dan dapat dibedakan secara jelas dengan tegakan di sekitarnya oleh umur, komposisi jenis, struktur hutan, tempat tumbuh, dan keadaan geografis. Tegakan sengon dan jati merupakan tegakan hutan seumur karena ditanam pada tahun yang sama. Sengon dan jati merupakan jenis pionir serbaguna yang sangat penting di Indonesia. Jenis sengon ini dipilih sebagai salah satu jenis tanaman industri di Indonesia karena pertumbuhannya sangat cepat sedangkan jenis jati merupakan kayu komersil yang membutuhkan waktu cukup lama untuk masa pertumbuhannya. Pada analisis pengaturan hasil ditentukan dengan VI Kelompok Diameter pada setiap jenis pada Tabel 1.

·                    Sub Model Pengelolaan Sengon
            Hutan rakyat mulai berkembang di masyarakat seiring kesadaran masyarakat akan manfaat menanam pohon. Jenis pohon yang paling banyak masyarakat ditanam adalah sengon (Falcataria moluccana). Pengusahaan hutan rakyat merupakan serangkaian kegiatan usaha yang meliputi kegiatan produksi, pemanenan, pemasaran/distribusi dan industri pengolahan. Kegiatan tersebut terkait dengan biaya yang dikeluarkan yang akan berpengaruh pada besar pengeluaran. Pengeluaran yang ada setiap kegiatan menjadi pokok penting yang berpengaruh pada manafaat yang akan diperoleh dari kegiatan pengusahaan hutan rakyat tersebut.. Usaha sengon dilakukan pada lahan seluas 25 Ha dengan daur 8 tahun. Banyaknya sengon yang ditanam pada lahan jarak tanam 2 m x 3 m adalah 1666 bibit/Ha. Usaha hutan rakyat Sengon membutuhkan biaya untuk membangunnya. Kegiatan pengelolaan diawali dengan persiapan lahan, kemudian dilakukan pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan terakhir pemanenan. Biaya persiapan lahan sebesar Rp 400.000/ha,- Biaya pengadaan bibit dengan harga per bibit Rp 1.000,- adalah Rp 1.666.000/ha,-. Biaya penanaman sebesar Rp 300.000/ha,- meliputi biaya penanaman dan biaya pembuatan lubang .Setelah bibit ditanam maka dilakukan pemeliharaan dengan biaya pemeliharaan sebesar Rp 945.000/ha,- ditambah biaya pupuk Rp 1.000.000/ha hingga tahun ketiga, kemudian di tahun berikutnya hanya dilakukan pemupukan dengan jumlah lebih kecil memerlukan biaya Rp 500.000/ha,- sampai akhir daur. Pemanenan dilakukan dengan cara borongan dengan biaya Rp 5.000.000,-. Penjarangan dilakukan pada tahun ketiga untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih luas bagi sengon agar diperoleh tegakan yang diinginkan. Jumlah penjarangan sengon dengan luas lahan 25 Ha adalah 90 m3. Harga jual kayu sengon berumur 3 tahun per batang adalah Rp 375.000 Sehingga didapat pendapatan dari hasil penjarangan adalah Rp 33.750.000,-. Jumlah kayu yang dipanen pada akhir daur sebanyak 400 m3 dengan harga per meter kubik Rp. 800.000,- , sehingga pendapatan dari hasil pemanenan adalah Rp 320.000.000,- . Pendapatan total dari sengon adalah Rp 353.750.000,       

    
Gambar 2 Submodel Pengelolaan Sengon
Submodel pengelolaan sengon merupakan kumpulan komponen biaya atau pengeluaran yang diperuntukkan untuk kegiatan usaha rakyat sengon meliputi kegiatan pemeliharaan tegakan (pemupkan, pembelian bibit dan perawatan tanaman), kegiatan teknis (pemanenan, penjarangan, pengangkutan, penanaman).

·                    Sub Model Pengelolaan Jati
            Usaha jati (Tectona grandis) dilakukan pada lahan seluas 25 Ha dengan daur 20 tahun. Banyaknya jati yang ditanam dengan jarak tanam 6 m x 2 m adalah 833 bibit/Ha. Usaha hutan rakyat jati membutuhkan biaya untuk membangunnya. Kegiatan pengelolaan diawali dengan persiapan lahan, kemudian dilakukan pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan terakhir pemanenan. Biaya persiapan lahan sebesar Rp 400.000/ha,- Biaya pengadaan bibit dengan harga per bibit Rp 5.000,- adalah Rp 4.165.000,-/Ha. Biaya penanaman sebesar Rp 300.000/ha,- meliputi biaya penanaman dan biaya pembuatan lubang .Setelah bibit ditanam maka dilakukan pemeliharaan dengan biaya pemeliharaan sebesar Rp 945.000,- ditambah biaya pupuk Rp 1.000.000 hingga tahun ketiga, kemudian di tahun berikutnya hanya dilakukan pemupukan dengan jumlah lebih kecil memerlukan biaya Rp 500.000,- sampai akhir daur. Pemanenan dilakukan dengan cara borongan dengan biaya Rp 5.000.000,-. Penjarangan dilakukan pada tahun ketiga untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih luas bagi sengon agar diperoleh tegakan yang diinginkan. Jumlah kayu yang dipanen pada akhir daur sebanyak 130 m3 dengan harga per meter kubik Rp. 4.000.000,- , sehingga pendapatan dari hasil pemanenan adalah Rp 520.000.000,- . 


Gambar 3 Submodel Pengelolaan Jati
            Submodel pengelolaan sengon merupakan kumpulan komponen biaya atau pengeluaran yang diperuntukkan untuk kegiatan usaha rakyat sengon meliputi kegiatan pemeliharaan tegakan (pemupkan, pembelian bibit dan perawatan tanaman), kegiatan teknis (pemanenan, penjarangan, pengangkutan, penanaman).
Perhitungan NPV
 
Gambar 4 Submodel Perhitungan NPV Sengon           

                  
Gambar 5 Submodel Perhitungan NPV Jati
            Analisis finansial memiliki tujuan untuk memantau aliran kas sehingga dapat menghindari keterlanjuran investasi yang memakan dana relatif besar tapi tidak memberikan keuntungan yang maksimal (Gittinger 1986). Indikator yang digunakan untuk analisis finansial diantaranya adalah Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Retur (IRR). Paper ini, penulis membandingkan skenario pengelolaan hutan rakyat yang dapat menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani. Skenario pengelolaan hutan rakyat yaitu monokultur Jati, monokulktur Sengon. Untuk mengetahui keuntungan dari masing-masing skenario, penulis menggunakan perhitungan Net Present Value (NPV). Net Present Value (NPV) yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas besih di masa yang akan datang (Umar 1997).
            Berdasarkan hasil simulasi didapatkan hasil perhitungan NPV Sengon sebesar  RP 392.660.460 per daur yaitu 9 tahun sedangkan nilai NPV Jati jika dihitung dalam daur yang sama sebesar  Rp 249,750,005. Secara perhitungan, pengusahaan hutan rakyat dengan jangka waktu yang cepat lebih menguntungkan dengan usaha sengon,karena NPV yang didapat lebih besar. Hasil perhitungan NPV tersebut kumulatif selama 10 tahun, dengan biaya-biaya yang telah di asumsikan oleh penulis. NPV diperoleh dari selisih dari Present Value Benefit (total pendapatan) dengan Present Value Cost (total pengeluaran), Suku bunga yang digunakan sebesar 14%. 
Gambar 6 Hasil NPV Sengon
Gambar 7 Hasil Perhitungan NPV Jati
Evaluasi Model
            Evaluasi model merupakan tahapan dimana dilakukaknya pengamatan kelogisan model dan membandingkanya dengan dunia nyata atau model andal yang serupa jika ada (Purnomo2012). Submodel pengeluaran dari masing-masing skenario memiliki input yang berbeda-beda, serta submodel pendapatan dari skenario jati dan skenario sengon yang berbeda dimana tanaman jati dipanen saat berumur 20 tahun sedangkan pohon sengon dipanen pada saat pohon cukup besar (seperti tebang butuh) sekitar 9 tahun.

Penggunaan Model
            Skenario yang telah dibuat akan menghasilkan data yang berhubungan dengan nilai uang, diperlukan pertimbangan yang penting dalam pengambilan keputusan atas suatu kebijakan ekonomi. Dalam hal ini suku bunga berpengaruh nyata terhadap keuntungan finansial, dengan membuat suatu model maka dapat diprediksi suku bunga yang terbaik.

SIMPULAN
            Simulasi pengelolaan hutan rakyat dengan berbagai asumsi yang telah dibuat dalam model diatas menghasilkan keuntungan finansial yang tertinggi pada tanaman sengon dengan NPV sebesar Rp 392,660,460.00 per 9 tahun.NPV jati pada daur 9 sebesar Rp 499,500,000.00. Model pengusahaan rakyat tanaman sengon lebih dianjurkan karena jangka waktu panen yang cepat dan NPV yang tinggi dibandingkan dengan jati dengan asumsi waktu yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Anita,Sopia.2011. Studi Pengaturan Hasil Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Di       Kabupaten Jepara [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB.
Awang S dkk. 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Yogyakarta (ID) :             Pustaka Kehutanan Masyarakat.
Awang S. 2005. Petani, Ekonomi dan Konservasi Aspek Penelitian dan Gagasan
Pustaka Hutan Rakyat. Yogyakarta (ID) : Press. Debut.
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Bone, I. 2010. Model dinamika struktur tegakan untuk pengaturan hasil hutan
alam bekas tebangan: Kasus HPH PT. Gema Hutan Lestari Pulau Buru
Propinsi Maluku [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Tidak Diterbitkan.
Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah: Slamet     Sutomo dan Komet Mangiri. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Program
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
Hindra B. 2006. Potensi Kelembagaan Hutan Rakyat [Prosiding].Seminar Hasil            Litbang Hasil Hutan 2006:14-23.
Husch B., Beers T.W., Kershaw J.A. 2003. Forest Mensuration 4th ed. Canada:
Wiley.
Labetubun M. H. 2004. Metode Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur Melalui
Pendekatan Model Dinamika Sistem (Kasus Hutan Alam Bekas
Tebangan) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Tidak Diterbitkan.
Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi Untuk Pengelolaan Adaptif Sumberdaya             Alam dan Lingkungan. Bogor (ID) : IPB Press.
Umar H. 1997. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama

LAMPIRAN